Mengapa Hati Mudah Lelah Padahal Ilmu Bertambah?
Ada satu fase yang—entah disadari atau tidak—sering dialami oleh penuntut ilmu. Ilmu bertambah, kajian rutin, catatan makin rapi, kitab mulai berganti dari yang tipis ke yang tebal dan audio kajian tak pernah sepi di perjalanan. Namun anehnya, di saat yang sama, hati justru mudah lelah, ibadah terasa berat. Semangat yang dulu menyala, kini sering redup tanpa sebab yang jelas. Kesalahan kecil orang lain terasa mengganggu. Nasihat yang dulu menenangkan, kini malah membuat dada sesak. Padahal secara lahir, kita “maju”. Secara data, kita “naik level”. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Allah ﷻ berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fāṭir: 28)
Ayat ini sederhana, tapi dalam maknanya. Ilmu yang benar seharusnya melahirkan khashyah (rasa takut). Jika ilmu bertambah, namun rasa takut kepada Allah justru menipis, berarti ada yang perlu dikoreksi.
Bisa jadi, ilmunya memang bertambah, tapi keikhlasan tidak ikut dirawat. Pemahaman meningkat, tapi adab tertinggal di belakang. Dan amal masih ada, namun penyakit hati dibiarkan tumbuh.
Allah ﷻ mengingatkan,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu.” (QS. Al-Baqarah: 10)
Bertambah sesuatu—termasuk ilmu—tidak selalu menyehatkan, jika penyakit hati tidak diobati. Rasulullah ﷺ bahkan mengajarkan doa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Muslim no. 2722)
Ilmu yang tidak menenangkan hati, tidak melunakkan akhlak, dan tidak mendekatkan diri kepada Allah—itulah ilmu yang melelahkan. Imam Ahmad رحمه الله juga menegaskan,
الْعِلْمُ لَا يَعْدِلُهُ شَيْءٌ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ
“Ilmu tidak ada bandingannya bagi orang yang niatnya benar.” (Jāmi‘ Bayān al-‘Ilm wa Faḍlih, 1: 27; oleh Ibnu ‘Abdil Barr)
Dan Sufyan ats-Tsauri رحمه الله mengakui dengan jujur,
مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي
“Tidak ada yang lebih berat aku perbaiki selain niatku.” (Ḥilyatul Auliyā’, 7: 5; oleh al-Aṣbahānī)
Maka wajar jika hati menjadi penat, ketika ilmu tidak lagi dibarengi muhasabah dan pembenahan niat. Ilmu yang tidak dibarengi dengan muhasabah, perlahan berubah menjadi beban. Bukan lagi sarana mendekat kepada Allah, tapi alat untuk merasa lebih paham dari orang lain. Sesekali, mungkin yang perlu kita tanyakan bukan:
“Kenapa orang-orang kok begini?”
Tapi:
“Apakah ilmu yang aku pelajari masih membuatku takut kepada Allah… atau justru sibuk mengoreksi manusia?”
Karena ilmu yang berkah itu menenangkan, bukan melelahkan. Dan jika hari ini hati terasa berat, bisa jadi bukan ilmunya yang bermasalah, melainkan cara kita membawa ilmu itu di dalam dada. Semoga Allah memperbaiki niat kita, melembutkan hati kita, dan menjadikan ilmu sebagai jalan mendekat—bukan menjauh.
Semoga bermanfaat….
***
Penulis: Junaidi Abu Isa
Artikel Muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/111067-mengapa-hati-mudah-lelah-padahal-ilmu-bertambah.html